Hal itu kontras dengan pengadaan alutsista untuk matra darat, udara maupun permukaan laut. Lihat saja, alutsista untuk matra permukaan laut terus ditambah dengan: 4 Korvet Sigma, 3 Nakhoda Ragam Class, 1 PKR Sigma 10514, PKR Trimaran KRI Klewang, 4 Heavy Landing Platform Dock KRI Makassar Class, KCR-40 dan kapal-kapal patroli lainnya, BMP-3, Ruda C-705 dan lain-lain.
Matra udara ada penambahan: 6 Sukhoi SU30MK2, 16 Super Tucano, 34 pesawat F-16 Block 32++, 9 C-295, 4 Hecules, , Bell 412, CN 235, Rudal anti udara dan lain-lain.
Sementara untuk matra darat ada penambahan: 100 MBT Leopard Revo, 50 IFV Marder, MLRS Astros II, ATGM, Meriam Caessar 155mm, Rantis Sherpa, Panser Anoa, 12 Helikopter Fennec, Rudal anti udara Startreak dan lain sebagainya.
Pengembangan kekuatan bawah laut yang terkesan ketinggalan, terseok-seok, hanya dijaga dua kapal selam tua. Apakah keputusan itu masuk akal ?.
Kapal Selam Changbogo
Memang ada rencana pembuatan 3 kapal selam Changbogo dari Korea Selatan. Namun pengadaan kapal selam ini masih menuai kendala, terkait transfer of technology. Korea Selatan meminta dana yang cukup besar untuk ToT. Bukan itu saja, Korea Selatan pun, mengaku tidak mungkin memenuhi syarat yang diajukan Indonesia untuk pengadaan 3 kapal selam Changbogo. Artinya proyek kapal selam Changbogo ini belum jelas.
Dengan demikian, banyak lubang besar di bawah laut Indonesia yang menjadi titik lemah negeri ini, sekaligus memberikan jalan masuk bagi kapal selam asing. Kondisi ini menempatkan kapal-kapal permukaan TNI AL dalam posisi berbahaya dan menjadi sasaran empuk. Padahal kita tahu, kapal selam adalah salah satu deteren dalam alutsista militer, karena keberadaannya susah dilacak.
Bahkan negara-negara besar seperti AS, Rusia, Inggris, Perancis dan China terus memodernisasi armada kapal selam mereka.
Dengan kondisi di atas, apakah tidak aneh Indonesia hanya memiliki 2 kapal selam tua, sebagai pertahanan bawah laut ?. Tentu Aneh.
Kapal Selam Tetangga
Sekarang mari kita bandingkan dengan kapal selam negara tetangga, agar kalkulasi yang kita dapatkan lebih cermat.
Negara mini seperti Singapura, memiliki 6 kapal selam modern. Namun mereka terus memperkuat armada bawah laut dengan memesan 4 kapal selam Scorpene class SSKs dari DCNS Perancis. Sebentar lagi Singapura akan memiliki 10 kapal selam yang siap tempur dan menggentarkan.
Bahkan Vietnam yang ekonominya masih di bawah Indonesia sedang mendatangkan 6 kapal selam Improved Kilo (Kilo-636 KMV). Kontrak pembelian kapal selam itu dilakukan Vietnam ke Rusia pada tahun 2010, dan akan datang satu kapal selam, setiap tahunnya.
Adapun Malaysia memiliki dua kapal selam modern Scorpene yang dikerjakan Galangan Kapal Perancis DCNS bersama rekannya Navantia Spanyol. Sebelum menerima kapal selam itu, 150 prajurit Angkatan Laut Malaysia dilatih mengenal dan mengoperasikan kapal selam Agosta Class, yang telah dipensiunkan dari Angkatan Laut Perancis. Malaysia sedang mempertimbangkan penambahan jumlah kapal selam, setelah Angkatan laut mereka terbiasa dengan 2 kapal selam Scorpene yang dibeli dari Perancis.
Malaysia memang baru memiliki 2 kapal selam, namun jangan salah kapal selam mereka sudah modern. Selain itu luas laut yang harus dijaga kapal selam Malaysia, jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia.
Negara tetangga di Selatan, Australia memiliki 6 kapal selam Collin Class yang dibangun bertahap sejak tahun 1996. Kapal selam ini dibuat oleh Australian Submarine Corporation bekerjasama dengan Galangan kapal Kockums, Swedia- Jerman.
Australia sendiri telah mencanangkan penggantian 6 kapal selam mereka sejak tahun 2007, dengan nama Project SEA 100. Kapal selam Collins akan digantikan oleh 12 kapal selam yang lebih modern.
Dengan konstelasi seperti itu, armada kapal selam Indonesia paling kecil secara kualitas-kuantitas dibandingkan negara-negara di sekitarnya.
Jumlah kapal selam Indonesia yang hanya dua unit, memang cukup diragukan oleh berbagai pengamat militer internasional. Alasannya, secara hitung-hitungan militer, jumlah itu sangat minim. Keraguan lain disebabkan, hingga saat ini pihak Indonesia maupun Rusia belum pernah terdengar membatalkan pembelian 2 kapal selam Kilo Classa. Sementara Presiden Rusia Vladimir Putin sudah menyetujui kredit ekspor untuk pengadaan kapal selam itu sebesar 700 juta USD.
Bahkan sebagian pengamat militer negara asing mempercayai Indonesia memiliki 4 hingga 6 kapal selam Kilo Class. Kalaulah dugaan itu betul adanya, beruntunglah Indonesia. Namun jika dugaan itu tidak benar dan Indonesia hanya memiliki 2 kapal selam tua, tentu kebijakan itu terasa aneh. Yang membuat penasaran adalah, mengapa TNI AL tampaknya tenang-tenang saja, walau hanya memiliki dua kapal selam gaek, sementara armada permukaan laut terus digenjot jumlah dan kualitasnya(JKGR).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar